Pages

Senin, 08 Oktober 2012

Dialah Wanita!


Ketika kita membicarakan masalah wanita maka tidak akan habis untuk mendiskusikannya. Memang asik jika tema wanita itu kita angkat untuk dibicarakan. Mungkin tidak saja untuk dibicarakan, sekedar untuk di dituangkan dalam tulisan, maupun menggoreskannya dalam berbagai warna yang menjadi lukisan yang indah. Dialah makhluk indah yang diciptakan Allah dari tulang rusuk.
Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atas. Jika kamu meluruskannya, sama artinya kamu memecahkannya. Jika kamu biarkan, dia akan tetap bengkok. Karena itulah, kamu harus selalu memberikan nasihat-nasihat kebaikan. (HR. Muslim)
Begitu pula ia adalah sesosok yang  begitu kuat dan melindungi. Dibalik kelembutan, ketulusan dan kasih sayangnya. Dialah yang mampu menampakkan kelembutannya dibalik kekuatannya. Dialah yang terlihat ketulusan dibalik keperkasaannya. Dia pula yang penuh kasih sayang dibalik ketangguhannya menghadapi masalah. Dialah wanita. Dialah satu-satunya makhluk yang bisa menggantikan peran lawan jenisnya. Maka tidak jarang kita melihatnya tersenyum dalam tangisnya. Tapi bagaiman ketika wanita menuntut hak lebih dari pria? Akankah fitrah imam dalam kehidupan ini akan tergantikan oleh sosok itu? Lalu, dimana letak kefitrahan yang sesungguhnya? Apakah kaum hawa cenderung ditempatkan pada posisi yang dinilainya tidak menguntungkan? Sehingga memunculkan wacana RUU Kesetaraan Gender? Lalu, apakah dampak yang akan terjadi apabila RUU Kesetaraan Gender benar-benar di legalkan di Indonesia?
Memanng jika kita lihat sangat banyak wanita Indonesia yang masih berada dalam garis ketidakwajaran contohnya adalah Jannette Husainy, atau akrab disapa Janet yang berprofesi sebagai sopir angkot. Selama 16 tahun, ia menjalani profesi yang tidak biasa bagi kaum perempuan ini. Lain halnya dengan Kastini dari Tuban, Jawa Timur. Seorang Ibu rumah tangga  yang berprofesi sebagai tukang becak. Perempuan bertubuh kurus ini memilih untuk menjadi tukang becak demi membantu perekonomian keluarganya. Begitu pula masih banyak wanita-wanita yang lebih perkasa dari mereka ada yang menjadi sopir truk, tukang parkir, kuli pasar, sopir taksi bahkan dunia konstruksi tidak kalah saingan untuk melirik kaum-kaum hawa yang ada di Indonesia, sekedar menjadi kuli-kuli bangunan. Dengan berbagai alasan wanita tidak begitu rewel, tidak boros menghabiskan pesangon, serta kinerjanya lebih cekatan dibandingkan kuli laki-laki. Tanpa memperhatikan dampak negatif bagi kesehatan kuli-kuli wanita itu. Namun, satu-satunya alasan mereka yang menjadi objek itu adalah alasan klasik yang belum bisa di tuntaskan oleh negara ini. Alasan Ekonomi. Bukan keinginan mereka ataupun di tindas.

Bahkan jauh sebelum RUU ini benar-benar diwacanakan, RUU ini sudah mendapatkan kecaman dari berbagai pihak. Meskipun menurut Ketua Komisi VIII, Ida Fauziah mengungkapkan bahwa komisinya akan berkunjung  ke Dermark dan Norwegia. Kunjungan ini, kata Ida, bertujuan mencari masukan guna menyusun Rancangan Undang-undang (RUU) Kesetaraan Gender. Kenapa Denmark dan Norwegia yang dipilih, sebab kedua negara ini memiliki kebijakan yang bagus dalam masalah gender. "Gender policy-nya bagus, masuk 10 besar di dunia," kata Ida di Gedung DPR, Kamis 5 April 2012. Namun, tetap adanya RUU Kesetaraan Gender dinilai mempunyai berbagai dampak yang luar biasa.

Komunitas Muslimah untuk Kajian Islam (KMKI) menolak secara keseluruhan pasal demi pasal dalam RUU Kesetaraan Gender, karena dinilai sebagai produk sekuler yang bertentangan dengan Islam dan fitrah manusia. Pertama, RUU ini bersifat sekular dan tidak berlandaskan nilai-nilai agama sehingga bertentangan dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, yakni pengakuan kepada Allah Yang Mahakuasa sebagai penganugerah nikmat kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Padahal Pembukaan UUD 1945 menyatakan, bahwa bangsa Indonesia telah mengakui Allah SWT sebagai Tuhan mereka, dan seharusnya juga mengakui kedaulatan Allah Yang Maha Kuasa untuk mengatur kehidupan mereka.

Kedua, RUU ini terlalu memaksakan nilai-nilai lokal peradaban Barat yang sekular,  liberal, dan materialistik,  tentang konsep dan kedudukan perempuan,  menjadi nilai-nilai universal yang harus dipeluk oleh semua bangsa di dunia. Padahal, berbagai bangsa memiliki nilai-nilai yang khas. Bangsa Indonesia yang telah mengakui kedaulatan Allah Yang Maha Kuasa, dalam pembukaan konstitusinya, seharusnya tidak mudah terseret arus globalisasi dan westernisasi yang terbukti telah menjerumuskan umat manusia ke jurang kehampaan dan ketidakpatian nilai, sehingga menjauhkan mereka dari kehidupan yang bahagia.
Ketiga, RUU ini telah menafikan dan mengecilkan arti dan peran perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga, sebagai pendamping suami dan pendidik anak-anaknya. Partisipasi perempuan dalam pembangunan hanya diukur berdasarkan keaktifannya di ruang publik.  Sangat ironis, jika pandangan semacam ini diterapkan hanya untuk mengejar peringkat Human Development Index. Padahal, konsep dan cara pandang seperti ini akan memunculkan ketidakharmonisan dan bahkan penderitaan bagi perempuan itu sendiri, karena peran yang dijalankannya didapat melalui belas kasih dan pemaksaan porsi gender dan bukan karena kapabilitas dan kehormatan pribadinya.
Keempat, RUU ini bertentangan fitrah manusia yang telah dikaruniakan Allah Yang Maha Kuasa,  di mana laki-laki dan perempuan diciptakan dengan potensi masing-masing untuk saling melengkapi dan bekerjasama dalam berbagai aspek kehidupan.  Allah Yang Maha Kuasa telah menempatkan laki-laki sebagai pemimpin dan penganggung jawab keluarga yang wajib berlaku adil, beradab, dan penuh  kasih sayang,  dalam ber-mu’asyarah dengan perempuan.
Dari berbagai analisa masing-masing organisasi dan LSM yang ada di Indonesia menjadi point khusus untuk pertimbangan pelegalan RUU Kesetaraan Gender ini. Bahkan pernikahan sesama jenis yang terjadi di berbagai negara pun menjadi salah satu dampak dari pelegalan Kesetaraan Gender.

0 komentar:

Posting Komentar